Potensi SDA: gula kelapa


      Keberadaan pohon kelapa yang tumbuh subur di berbagai sudut padukuhan menjadi salah satu potensi alam yang berharga. Letak geografis yang mendukung dengan iklim tropis dan tanah yang sesuai, menjadikan kelapa sebagai salah satu tanaman yang mendominasi lanskap wilayah ini. Potensi ini dimanfaatkan oleh hampir 80% sebagai penyadap nira. Sebuah profesi yang masih bertahan dan menjadi mata pencaharian sehari-hari.

        Melalui hasil wawancara dengan Bu Heni (Dukuh Tangkisan III) dan Pak Ribin (Ketua RW 26) yang sekaligus berprofesi sebagai penyadap nira selama belasan tahun profesi ini diwariskan secara turun temurun. Proses penyadapan dan pengolahan nira sendiri masih diolah secara tradisional. Pengambilan nira dilakukan setiap hari setiap pagi dan sore/ siang dan malam dengan cara memanjat (kurang lebih 10-15 menit/ pohon). Hasil nira yang diperoleh selanjutnya diolah untuk dijadikan gula jawa dengan cara direbus di tungku sampai kecoklatan (dan menyusut) kurang lebih 2-3 jam, sebelum selanjutnya dicetak di batok (tempurung kelapa) dan ditunggu sampai mengental. Satu wajan besar menghasilkan kurang lebih 3 kg gula. Rata-rata penghasilan untuk dua hari dapat mencapai 15 – 20 kg. Dengan harga per kg kurang lebih 15.000 – 16.000 dari petani.

 

      Kualitas dari gula jawa sendiri dipengaruhi oleh kualitas niranya, semakin bagus niranya maka akan menghasilkan gula jawa yang lebih bagus pula. Produksi dan kualitas nira ini dipengaruhi oleh beberapa hal seperti musim dan tempat tumbuhnya pohon. Ketika musim pancaroba kualitas nira seringkali menurun akibat cuaca yang tidak menentu. Pohon kelapa yang tidak terkena panas matahari yang cukup juga mempengaruhi jumlah produksi nira yang diperoleh.

        Pemasaran gula jawa sendiri biasanya dilakukan mandiri oleh petani atau lewat pengepul. Pemasaran secara pribadi dilakukan melalui mulut ke mulut, dititipkan ke pasar/ warung setempat, dan daring via whatsapp. Sedangkan untuk pemasaran lewat pengepul dilakukan melewati pengepul di daerah setempat, diantaranya yaitu : Pak Harjo, Pak Sujud, Pak Mugini, Mbh Wiro, dan Pak Durahman. Akan tetapi sayangnya belum ada pelabelan dalam gula jawa dari masing-masing petani dikarenakan masih adanya sistem transaksi semacam barter antara petani dan pengepul (petani mengambil uangnya terlebih dahulu, nanti gulanya menyusul).

        Selain dijadikan gula jawa, untuk saat ini belum ada olahan nira  (dari kelapa) yang lain. Potensi lain selain gula jawa yang sudah ada diantara yaitu gula semut, akan tetapi di wilayah Tangkisan III sendiri belum ada. Selain nira kelapa di Tangkisan III juga terdapat nira dari aren walaupun tidak banyak, sistem pengolahannya juga masih sama, yaitu dijadikan gula jawa aren.